Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat ada sekitar 50 juta anak Indonesia tidak memiliki akta kelahiran. Padahal, total jumlah anak di Indonesia sekarang ini mencapai 85 juta jiwa.
Menurut Komisioner KPAI, Badriyah Fahyumi, rata-rata anak yang tidak memiliki akta kelahiran berusia antara nol sampai 18 tahun. Hal ini disebabkan karena sekitar 35 persen orangtua tidak mendaftarkan diri saat menikah.
Belum lagi para orangtua harus membayar sejumlah biaya pengurusan pembuatan akta kelahiran di instansi pemerintah.
“Proses pembuatannya dari tingkat pemerintah, seperti di RT atau RW. Hari ini bukan proses yang gratis,” kata Badriyah usai pertemuan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD di Gedung MK, Jakarta, Jumat 9 November 2012.
Persoalan lainnya, lanjut Badriyah, yakni banyaknya petugas medis di rumah sakit atau puskesmas yang tidak segera mendaftarkan setiap bayi yang baru lahir.
Seharusnya untuk persoalan akte kelahiran ini, menurut Badriyah, negara memiliki kewajiban untuk melayani dan mendata setiap anak Indonesia yang lahir. Mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang tinggal di pelosok, sehingga mereka mengalami kesulitan akses untuk mendaftarkan. Di samping juga terbentur masalah ekonomi.
“Untuk melakukan pendataan di sebuah daerah terpencil, terkadang kita membutuhkan waktu sekitar empat sampai lima jam,” ujar Badriyah.
Sementara Ketua MK, Mahfud MD menyatakan, masalah itu akan menjadi masalah yang besar bagi masa depan anak-anak Indonesia. Khususnya menyangkut pendidikan mereka. “Bagaimana nanti mereka mau sekolah dan lain-lain kalau tidak punya akta,” kata Mahfud. (umi)
0 comments:
Posting Komentar