Selasa, 13 Agustus 2013

RESENSI Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (Soft Cover)


Oleh : Agustinus Edy Kristianto (Editor)
RESENSI
Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (Soft Cover)

Judul : Panduan Bantuan Hukum di Indonesia Editor : A Edy Kristianto dan A Patra M Zen Penerbit : YLBHI Terbit : 2009 Tebal : 565 halaman Kesadaran Hak Konstitusional Albert Camus mengatakan, hanya mereka yang mengerti dan sadar akan hakikat kebebasanlah yang mengerti dan sadar bagaimana kebebasan itu seharusnya dilaksanakan. Buku Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (PBHI) adalah buku yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran akan hakikat hak, khususnya hak atas bantuan hukum sebagai hak konstitusional bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, jika kata “kebebasan” dalam pernyataan Camus tadi diganti dengan kata “hak”, dari situlah konstruksi pemikiran terbangun untuk menyadari arti penting kehadiran buku ini. Lebih-lebih karena buku ini adalah “jelmaan” dari hasil public assessment, yang berangkat dari minat dan kebutuhan akan informasi bidang-bidang hukum yang paling dibutuhkan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari, maka ia sesungguhnya telah “menemukan” pembacanya sejak sebelum diterbitkan. Ini akan menjadi modal penting untuk mencapai tujuan membangun kesadaran akan hak tadi. Namun, pada saat yang sama, dari situ pula dapat dirasakan kekurangan kecil buku ini yang disebabkan absennya ilustrasi-ilustrasi kasus itu sangat penting. Pertama, karena ilustrasi akan memudahkan pembaca awam untuk “menerjemahkan”, sekaligus mengingat, maksud ketentuan hukum positif yang tak mudah, bahkan hampir tak mungkin, keluar dari pakem bahasa hukum yang kering dan kaku. Kedua, ilustrasi kasus juga dapat memberi inspirasi dan menghidupkan harapan bahwa, terlepas dari fakta perihal telah jatuhnya wibawa hukum negeri ini hingga ke titik yang begitu rendah, kebenaran masih dapat ditemukan dan keadilan masih mungkin ditegakkan. Ketiga, ilustrasi kasus juga dapat memperpanjang daya tahan pembaca, terutama pembaca awam (termasuk mereka yang terdidik namun bukan sarjana hukum dan bukan paralegal), untuk tidak cepat-cepat menutup buku-baik karena terlalu tebal maupun karena keringanan bahasanya. Adanya sisipan subjudul Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum mengindikasikan bahwa secara implisit terkandung keinginan agar buku ini dapat menjangkau sidang pembaca yang lebih luas, dalam hal ini masyarakat umum, mereka yang awam dibidang hukum. Jika benar demikian adanya, di samping ilustrasi kasus, catatan kaki (footnotes) pun menjadi penting. Catatan kaki berguna untuk menjelaskan suatu terminologi atau uraian tertentu yang sesungguhnya penting bagi pembaca, tetapi jika dimasukkan dalam uraian akan mengganggu narasi. Namun, kekurangan di atas sama sekali tidak mengurangi pentingnya subtansi dan manfaat buku ini. Sebab, ia secara cukup komprehensif memuat hampir segala sesuatu yang berkait dengan persoalan bantuan hukum yang perlu diketahui bukan hanya oleh mereka yang awam dalam soal hukum, melainkan juga mereka yang bergelut di dunia itu, dunia hukum. Pembaca diajak berkelana dari “Pengetahuan Umum” yang berada di ranah teori hingga “Pengetahuan konkret-praktis” tentang berbagai masalah dalam berbagai bidang hukum yang menimbuni bangsa ini. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif substansi, buku ini dapat dikatakan telah mencapai maksudnya, yaitu-sebagaimana diungkapkan Nenad Bago dalam kata pengantarnya-keinginan untuk menjadikan buku ini sebagai referensi bagi kalangan akademisi, profesi hukum, aparat penegak hukum, praktisi hukum, aktivis, pemerhati masalah hukum, mahasiswa, pengacara public, dan paralegal. Di luar kemanfaatannya yang tidak terbantahkan, ada beberapa hal substantive dan teknis yang penting mendapatkan perhatian. Pertama, kerap terjadi kesalahkaprahan yang mencampuradukkan pengertian “Sistem Hukum”, tak terkecuali buku ini. Dikatakan bahwa secara umum ada dua sistem hukum di dunia, yaitu civil law dan common law (Bab II, halaman 12). Padahal, yang dimaksud adalah tradisi hukum civil law dan tradisi hukum common law. Kesalahkaprahan demikian mungkin tidak menjadi persoalan dalam konteks percakapan sehari-hari, dalam pengertian “yang penting orang paham apa yang dimaksud”. Namun, hal demikian dapat menjadi fatal jika ditulis dalam buku yang kemudian dijadikan referensi akademis. Sebab, kedua hal itu (sistem hukum dan tradisi hukum) adalah dua hal yang sangat berbeda. Sistem hukum adalah istilah yang merujuk pada pengertian sekumpulan sikap yang tertanam secara mendalam, yang terkondisikan secara histories, perihal hakikat hukum, peranan hukum dalam masyarakat dan pemerintahan, perihal bagaimana sebaiknya pengorganisasian dan bekerjanya suatu sistem hukum, dan perihal cara bagaimana hukum dibentuk atau seharusnya dibentuk, diterapkan, dipelajari, dan diajarkan. Dengan demikian, dalam satu tradisi hukum yang sama sangat mungkin terdapat sistem hukum yang berbeda-beda. Kedua, dalam uraian mengenai hukum tanah (Bab VII), meskipun cukup komprehensif, sama sekali tidak disinggung keberaan UU No25/2007 tentang Penanaman Modal. Padahal, undang-undang tersebut hampir membuat sebagian uraian tentang Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Pakai dalam buku ini (halaman 200-202) menjadi tidak relevan jika tidak ada Keputusan Mahkamah Konstitusi (Keputusan No 2122/PUU-V/2007) yang menyatakan ketentuan tentang pembaharuan dan perpanjangan kedua hak itu bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketiga, beberapa hal teknis namun benar-benar mengganggu. Dalam Daftar Bab, tulisan tentang Pemerintahan dan Kelembagaan Negara (Bab XIV) dikatakan ditulis Fritz Edward Siregar, sementara di dalam uraian ternyata penulisnya adalah Firmansyah Arifin. Selain itu, halaman 417-418 tidak tercetak. Padahal, menurut sistematikanya, dalam uraian itu (seharusnya) justru terdapat uraian yang mengantarkan pembaca memahami persoalan hak asasi manusia yang akan dijelaskan pada uraian selanjutnya. Mungkin karena tatkala resensi ini dibuat buku PBHI masih berupa dummy sehingga kealpaan itu masih ada. Semoga dalam buku yang sesungguhnya kekeliruan-kekeliruan teknis dimaksud sudah tidak ada lagi. Lebih-lebih jika hal itu menyangkut bagian yang berkenaan dengan hasil kerja intelektual seseorang.(*) I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi RI periode 2003-2008, pengajar Hukum Internasional pada Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali. Sumber : Harian Seputar Indonesia

ISBN :  978-979-96627-6-7
Dimensi :  17 x 25
Jenis Cover :  soft cover
Berat Buku :  950
Jenis Kertas :  HVS

Ditulis Oleh : Berita14 // 03.00
Kategori:

0 comments: