MAKALAH
KONSEP MASYARAKAT MADANI
KONSEP MASYARAKAT MADANI
Diajuhkan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kulia Pendidikan Agama
Islam Program Studi Ilmu Hukum
Dosen Pembimbing : Muslim, M.Ag
OLEH
KAIDIR MAHA
NPM :120405010006
KAIDIR MAHA
NPM :120405010006
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas kanjuruhan Malang
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini, sumber daya manusia
(SDM) menjadi hal yang begitu penting. Zaman yang penuh dengan persaingan yang
sarat kebebasan, memaksa umat manusia terus selalu bersaing menjadi yang
terbaik. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia,di negara-nagara berkembang
maupun negara-negara maju tak terkcuali Indonesia.
Lebih lanjut, dalam upaya klasifikasi dan telaah, mulai muncul istilah
masyarakat madani. Istilah ini menjadi bentuk standar bagi kualitas sebuah
komunitas yang pada kelanjutannya, masyarakat madani dipandang sebagai- “sisi
positif” bentuk peradaban dunia yang diimpikan,khususnya umat muslim yang
mengimpikan sistem pemerintahan zaman Rasulullah SAW yakni di kota
Madina.Dimana sistem pemerintahan dewasa ini khusunya di negara-negara yang
penduduknya bermayoritas muslim atau di negara-negara Timur Tengah kerap kali
tidak mengedepankan kemaslahatan umatatau sering kali masyarakat kalangan menengah
kebawah atau lebih dikenal miskin seringkali mengalami penindasan-penindasan
maupun konflik horisontal di akibatkan karena bagaimana rakyat miskin untuk
saling bersaing untuk mempertahankan hidup.Tidak kalah penting juga bahwa
pemerintah,kaum konglomerat,pengusaha, bankir internasional,meletakan kaum
miskin sebagai tempat memperkaya diri,keluarga dan golongan-golongan elit
terpandang di mata mereka.Hal ini Penulis mengangkat judul makalah “ KONSEP MASYARAKAT MADANI” sebagai bentuk
usaha dan perjuangan meletakan dasar-dasar nilai pergerakan membangun kesadaran
diri sendiri,umat muslim sedunia maupun masyarakat dunia untuk mengedepankan kemaslahatn
umat sebagai misi atau cita-cita bersama membentuk
peradaban bangsa-bangsa yang beradab,makmur dan sejaterah.
1.2
Rumusan Masalah
a)
Apa pengertian masyarakat madani?
b)
Apakah tujuan masyarakat madani?
c)
Apakah ciri-ciri masyarakat madani?
1.3
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a.
Menjelaskan dan memahami penulis maupun pembaca
tentang konsep masyarakat madani
b.
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama
Islam
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berbudaya
namun mampu berinteraksi dengan dunia luar yang modern sehingga dapat terus
berkembang dan maju.Sedangkan secara etimologis, mayarakat madani berasal dari
dua kata, civil (bermakna: beradab, teratur) dan society(arti: masyarakat). Sehingga secara singkat,
masyarakat madani dimaknai sebagai suatu masyarakat yang beradab. Dalam
kaitannya dengan konsep kebersamaan hidup, maka “beradab” disini
bertujuan untuk membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupan.
Lebih lanjut mengkaji tentang pengertian, maka
beberapa ahli memberikan definisinyatentang masyarakat madani sebagai berikut,
a) Zbigniew Rew, masyarakat
madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang
dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain
guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini
b) Han-Sung, masyarakat
madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak
dasar individu
c) Kim Sun Hyuk, masyarakat
madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara
mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara
relatif
d) Thomas Paine, masyrakat
madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi
peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
e) Hegel, masyarakat
madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara
f) Sedangkan Anwar
Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Masyarakat madani dapat berdiri secara mandiri di
hadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan
pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi
dan kepentingan publik. Dari keunggulannya lah, masyarakat madani dapat diyakini
sebagai bentuk masyarakat masa depan yang diimpikan.
Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi
sebagai masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu
masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah
terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam
dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi
dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur
masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah
SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya,
dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
B. Tujuan
masyarakat madani
a)
Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan
kelompok dalam masyarakat.
b)
Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal
sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan
tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar
kelompok.
c)
Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang
pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan
sosial.
d)
Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat
dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
e)
Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat
serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
f)
Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan
lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan
berkeadilan sosial.
g)
Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara
jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan
komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
C.
Karakteristik
Masyarakat Madani
Karakteristik masyarakat
madani adalah sebagai berikut :
ü Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu
masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak
melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
ü Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan
prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa
kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk
berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari
orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar
demokrasi yang meliputi :
1)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2)
Pers yang bebas
3)
Supremasi hukum
4)
Perguruan Tinggi
5)
Partai politik
ü Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima
pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat,
sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan
oleh orang/kelompok lain.
ü Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima
kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan
sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
ü Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan
pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab
individu terhadap lingkungannya.
ü Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang
benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak
lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggungjawab.
ü Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan
terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap
orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya
menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani
bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted.
Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang
panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di
negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka
ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani,
yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan
berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang
sanggup menjunjung nilai-nilai civil
security; civil responsibility dan civil
resilience).
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti
pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang
sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan
sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu
yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois
dan Milley, 1992).
D.Posisi Umat Islam
dan Peran Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial
umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer,
ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi
kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada
masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi,
dan yang lain.
v
Kualitas SDM Umat Islam
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat
Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan.
Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas
SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud
dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
v
Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang
unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi,
militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya
yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena
kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang
proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam.
Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam,
bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
v
Sistem Ekonomi Islam
dan Kesejahteraan Umat
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan
sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan
atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak
sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami.
Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima
dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak
milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada
manusia hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu
sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang
seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam
batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam.
Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan
kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan
hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama,
tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang
lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang
lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka
saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia
adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat
di muka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi
yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap
masyarakat.
Allah
melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat 183:
Artinya:
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan,
keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan
bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah
menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan
sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan,
dan pelayanannya dalam masyarakat.
Dalam
Q.S.
An-Nahl ayat 71 disebutkan:
Artinya:
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang
lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak
mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya
sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan
penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.
Banyak
ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain Q.S.
An-nisa ayat 114:
Artinya:
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,
kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah,
atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan
barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak
kami memberi kepadanya pahala yang besar.
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus
dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan
manusia dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak.
Dengan melaksanakan kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
BAB
III
v KESIMPULAN
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar
terciptanyakesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat
membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat
menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini.
Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di
bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat
haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah
kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa
yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan
suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat
pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat
pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi
yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan
masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang
dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun
agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda
agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi,
perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah.
Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat
memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman
materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam
penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaiku wr.wrb.
v SARAN
a)
Sebagai generasi muda sudah saatnya bangkit atas keterpurukan
bangsa yang selama ini terpuruk oleh paradigma kakuh yang bertahta di atas
individualisme.
b)
Sebagai Umat muslim harus bangkit dari belenggu kaum
kapitalis,sekulerisme yang mencoba merusak aqidah dan akhlaq dan memperjuangkan
cita-cita Rasulullah SAWuntuk menerapkan konsep
masyarakat madani sebagai pencipta peradaban yang luhur atas apa.bagaimana dan
mengapa Al Quran turun ke dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Suharto,
Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community
Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro,
Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI:
Jakarta.
Sutianto,
Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan.
Pikiran Rakyat: Bandung.
Suryana,
A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono.
1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim
Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Prenada Media: Jakarta.