Sabtu, 20 Juli 2013

Kacang Panjang, Nasib yang Tak Panjang

WITIHAMA, FBC-Usaha tani dengan sistem tumpangsari sudah dikenal masyarakat Witihama dan sekitarnya sejak lama. Bahkan untuk Pulau Adonara, khususnya Adonara Timur yang kebanyakan terdiri dari lahan kering, sistem tanaman tumpangsari sudah sangat membudaya. Kecuali beberapa tempat lain seperti di sekitar Sagu maupun koli yang menganut sistem tanam irigasi teknis atau setengah teknis.

Sistem tanam tumpangsari memungkinkan para petani dapat memanfaatkan lahan tadah hujan yang sangat sempit itu untuk memenuhi kebutuhan akan beragam jenis bahan pangan. Misalnya, padi lokal (Waha Nimun-sebutan bagi warga setempat), jagung, kacang-kacangan mulai dari kacang panjang, kacang hijau, buncis, dan lain-lain yang sangat banyak jenisnya.
Di musim yang kurang bersahabat seperti saat ini, hasil panen sungguh-sungguh dalam keadaan terancam sangat serius. Hujan yang berkepanjangan membuat hasil tani yang ditunggu-tunggu dalam semusim, hancur berantakan.
Sebelumnya, para petani di Kecamatan Witihama mengeluhkan hujan yang mengakibatkan banyak hasil panen berupa jagung yang rusak. Banyak biji jagung yang langsung tumbuh di dalam tongkolnya sebelum dipanen.
Cara penyimpanan tradisional yang diterapkan selama ini cukup membantu untuk mempertahankan keawetan jagung. Syukurah, haluan berpikir para petani Witihama, bukanlah haluan bisnis. Misalnya untuk dijual.
Cara berpikir mereka sungguh sederhana. ”Kita awetkan untuk kita simpan agar bertahan lama sampai musim berikut. Ya kita sisakan untuk ‘mnea’ (bibit unggul),” ujar Dagan, salah seorang petani di daerah ini.
Untuk palawija sejenis jagung, memang memiliki daya tahan yang cukup bagus terhadap hujan yang berkepanjangan. Namun yang sungguh menyedihkan yakni tanaman palawija jenis kacang panjang dan kacang hijau. Kedua jenis tanaman kacang-kacangan ini memiliki daya tahan yang sangat lemah. Jika tak segera dipanen, akan hancur dan tidak menghasilkan apapun,” kata Dagan lagi seraya menambahkan tak sedikit yang langsung tumbuh di tempat dan merambat kemana-mana.
Hanya sayang, pengalaman selama ini, kacang panjang yang jatuh ke tanah dari hasil panen dan tumbuh sendiri di saat bukan musim tanam, jarang mendatangkan hasil seperti biasanya.
Kacang panjang kata dia, jika terkena hujan berturut-turut satu atau dua hari saja, akan segera membusuk, apalagi kalau dihinggapi bubuk putih. ”Tidak butuh waktu lama untuk benar-benar tak bereguna. Jika lekas diselamatkan, mungkin masih bisa untuk makanan babi,” ucapnya.
Tak kalah tragisnya, palawija jenis kacang hijau. Jika kacang panjang lekas membusuk maka kacang hijau lekas mengembang. Dalam waktu sehari saja setelah mengembang, kacang langsung pecah. ”Tak ada kegunaan lain selain jadi toge,” kata Kian, petani lainnya dengan senyum kecut.
Sepetak ladangnya yang dipakai menanam kacang hijau, mendadak hanya menghasilkan taoge, gara-gara hujan yang berkepanjangan dalam sepekan lebih.
Mau atau tidak, para petani terpaksa berjibaku melawan musim yang kurang bersahabat. Di tengah hujan yang mengguyur, panen kacang jalan
terus. Dengan cara demikian, hasil panen yang hanya dipanen sekali dalam satu musim bahkan satu tahun itu, bisa memberikan manfaat,.(Bernadus Kopong Gana)

Ditulis Oleh : Berita14 // 05.32
Kategori:

0 comments: