Minggu, 21 Juli 2013

Korupsi Terselubung

MENJADI pegawai negeri sipil (PNS) dambaan banyak orang, namun tidak semua orang memiliki kesempatan mendapatkan predikat itu. Menjadi PNS ada kepastian hidup, mendapat gaji, tunjangan serta jaminan finansial dari negara saat pensiun. Pun ada kehormatan lainnya berupa jabatan, disebut sebagai abdi negara. 

Apa yang disebutkan terakhir ini, tidak semua PNS melakoninya dengan benar. Meski negara membayar gaji setiap bulan, namun tetap saja dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Pola hidup yang tidak mau kalah dengan gaya hidup orang lain yang sudah mapan, mendorong mereka memanfaatkan  kesempatan untuk mendapat lebih dari yang mereka terima. Tentu sangat disayangkan.

Bentuknya bermacam-macam, mulai dari menggelembungkan  biaya perjalanan dinas atau lazim disebut Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) hingga mark-up nilai proyek. Motivasinya jelas, mendapatkan keuntungan. Keseringan terlihat menggelembungkan SPPD paling banyak dilakukan. Padahal  setiap PNS yang menjadi  pejabat atau staf yang melakukan perjalanan dinas diberi anggaran  transportasi dan akomodasi, selain lump sum. Namun sangat tak terpuji bila tidak melakukan perjalanan dinas tetapi memanipulasi seakan-akan ada perjalanan dinas dengan cara membuat SPPD fiktif. Ini kenyataan.

Seperti halnya di Flores Timur. Tiga kepala desa  di Lewoloba, Kecamatan Ile Mandiri, mengaku sering dititipi SPPD oleh pegawai dari berbagai instansi di kabupaten itu. Satu atau dua orang pegawai jalan membawa lima sampai enam SPPD minta ditandatangani kepala desa dilengkapi cap. 

Ulah seperti ini membuat dana perjalanan dinas membengkak. Ini salah satu cara bagi oknum PNS  untuk memperkaya diri. Ingat, memanipulasi tugas dan dana perjalanan dinas dikategori korupsi. Dan, jika oknum PNS yang melakukannya, yang disebut sebagai abdi negara dan masyarakat, tentu tidak patut. Memalukan. Tak punya harga diri.  

Modus memperkaya diri dengan modus SPPD fiktif sebenarnya sudah berlangsung lama, hanya saja hal ini belum terkuak semuanya ke permukaan. Manipulasi SPPD fiktif dengan membuat kwitansi tranportasi dan akomodasi palsu menjadi senjata ampuh untuk lolos dari jeratan hukum. 

Sebab SPPD fiktif ini sama dengan memakan uang rakyat atau korupsi, namun dilakukannya dengan cara terselubung. Dan, korupsi model ini hampir dijalankan oleh semua jenjang jabatan dalam birokrasi. Agar hal ini tidak terulang, pemerintah bisa mencegah dengan system atcost (sesuai biaya). Model ini dilakukan dimana dimana semua biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tagihan biaya transportasi dan akomadasi sehingga sangat tipis peluang bagi oknum-oknum untuk membuat SPPD fiktif. 

Ditulis Oleh : Berita14 // 07.30
Kategori:

0 comments: