Terlibat Penyusunan UU Keparwisataan 2009; Departemen Transportasi DPP PDI Perjuangan; Tenaga Ahli di Komisi Transportasi DPR-RI
AKU memandang lautan dengan hempasan gelombangnya yang besar berirama memukul pantai. Dan aku tak henti-hetinya berpikir sebagaimana laut itu tak pernah bisa diam, sama dengan revolusi kami. Revolusi kami tak pernah akan berhenti. Begitu percikan permenungan Bung Karno saat dibuang di Ende-Flores (lih. Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi, 2011). Saat di Ende itu, konon Bung Karno menemukan dasar negara Pancasila. Situs Bung Karno itu menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata NTT.
Karenanya, dalam rangka Sail Komodo 2013, Pemda NTT mengusulkan dana sebesar Rp 3 miliar dari APBD NTT dan dari APBN 2013 sebesar Rp 68,1 miliar. Panitia menyiapkan setidaknya 14 titik persinggahan untuk acara sail itu seperti Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Sikka, Ende, Rote, Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya (Pos Kupang, 11/9/2011). Pertanyaannya, di mana posisi rakyat dalam Sail Komodo sebagaimana amanat UU No. 10/2009 tentang Kepariwisataan?
Naga di Taman Eden
Naga Komodo adalah habitat yang turun dari nenek moyang sejenis dinosaurus yang hidup 100 juta tahun yang lalu. Karl Brant dari National of Australian University (Brant, 2003) menulis bahwa jenis varanid itu berasal antara 25 sampai 40 juta tahun lalu di Asia, dan naga Komodo berasal dari jenis ini lebih dari empat juta tahun yang lalu. Tahun 1986 UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) membukukan gelar Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai World Heritage Site and a Man and Biosphere Reserve dan tahun 2012 Komodo dinyatakabn sebagai salah The New Seven Wonders of Nature in the World.
Taman Nasional Komodo seperti Laporan Jurnalistik Tim Kompas (Tim Kompas, 2011) memiliki luas 40.728 hektar dan perairan laut seluas 132.572 hektar. Terdiri dari beberapa pulau besar seperti Komodo dengan luas 33.937 hektar dengan populasi Komodo diperkirakan 1.200 ekor. Selain itu Pulau Rinca dengan luas 19.627 hektar dengan populasi Komodo diperkirakan 1.200 ekor, Pulau Padar seluas 2.017 hektar tidak ada Komodo, kecuali di Pulau Gili Motang yang dihuni sekitar 100 ekor Komodo. Karl Brant juga menyebutkan bahwa Taman Nasional Komodo (TNK) dinyatakan sebagai Warisan Alam Dunia, Tanah Manusia serta Biosefer oleh UNESCO pada tahun 1986. Daerah Pulau Komodo memiliki luas 33.937 hektar dan ukuran total taman itu adalah 173.000 ha, 40.728 hektar darat dan 173.300 hektar laut.
Tahun 1911 untuk pertama kalinya Komodo ditemukan oleh JKH Van Steyn, ilmuwan Belanda, tahun 1912 Sultan Bima menerbitkan Surat Keputusan perlindungan Komodo. Itu tidak berarti Komodo milik Provinsi NTB, sekalipun beberapa waktu lalu klaim itu terus didengungkan di NTB. Padahal sejak tahun 1926 pemerintahan Swapraja Manggarai mengeluarkan regulasi perlindungan Komodo, tahun 1930 Residen Flores menerbitkan SK yang sama. Tahun 1965 Pembentukan Suaka Marga Satwa Pulau Komodo dan tahun 1980 Pembentukan Taman Nasional Komodo, tahun 1991 penunjukan sebagai warisan alam dunia oleh UNESCO dan 1992 melalui Kepres No. 4 Tahun 1992, Komodo sebagai Satwa Nasional. Dari perjalanan panjang hingga sail Komodo 2013, kita harus sampai pada filosofi dasar yakni sail Komodo adalah sail NTT, sail Indonesia, sail ekonomi kerakyatan untuk membumikan ideologi negara Pancasila seperti impian Bung Karno. Persoalannya, dimana posisi tawar rakyat?
Rakyat Disingkirkan
Sudah saatnya rakyat tidak lagi dipinggirkan dalam perencanaan politik kepariwisataan umumnya, khususnya sail Komodo. Akses rakyat yang rendah menimbulkan kemiskinan, pengangguran, ekonomi kerakyatan stagnan. Dimana rakyat dalam kepariwisataan? Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik menurut data BPS NTT tahun 2012 di Kabupaten Manggarai Barat 38.274 kunjungan terdiri atas 18.028 kunjungan wisatawan mancanegara dan 20.246 orang tingkat kunjungan domestik. Untuk menampung arus turisme tersebut jumlah akomodasi (penginapan) di Labuan Bajo tahun 2010 berjumlah 30 buah berkembang menjadi 36 buah buah 2011. Perkembangan itu tergolong lambat, jumlah kamar tidur dari 442 buah tahun 2010 menjadi 539 buah, dan jumlah tempat tidur dari 677 tahun 2010 menjadi 882 buah tahun 2011. Lama menginap 2010 rata 1,95 hari dan tahun 2011 naik menjadi rata-rata 2,05 hari.
Sekalipun data tersebut tidak mencantumkan tingkat pengeluaran seorang wisatawan per hari dalam sekali kunjungan, namun telah terjadi transaksi keuangan dengan kelompok masyarakat dengan wisatawan. Kelompok masyarakat itu didominasi oleh mereka yang memiliki penginapan, toko atau show-room barang souvenir atau alat transportasi seperti travel agent, restoran, termasuk airline yang beroperasi Denpasar- Labuan Bajo- Kupang atau bandara lain, seperti Trans Nusa, Avia Star, Sky-Aviation dan MNA. Kelas menengah ke bawah semestinya menjajakan home industry (tenun, anyam seperti topi, tikar, tas) kerajinan ukir, pahat, tata boga (ubian, jagung, makanan laut, dan lain) masih amat jarang, dan tidak dikoordinir dengan baik.
Jika ini yang terjadi sampai tahun 2013, maka nasib Sail Komodo akan seperti sail-sail lain seperti Sail Bunaken (2009), Banda (2010), Wakatobi Belitung (2011) dan Sail Morotai (2012). Rakyat terkesan seperti `orang asing' di tanahnya sendiri. Rakyat pencipta kebudayaan sering dilibatkan sekadar pekerja seni, pembawa atraksi budaya, tanpa terlibat dalam perencanaan. Kita memiliki permainan caci, lagu gamelan mbata, danding, tarian ndundundake, rokatenda, ja'i, belum dikembangkan karena kesulitan pendanaan. Begitu pula tata boga. Rakyat NTT memiliki ubi, jagung, pisang, masakan dengan bambu, juga industri kecil seperti topi daerah, kain tenun, dan lainnya tetapi masih sangat terbatas. Sentra-sentra produksi masih didominasi para pemilik modal, dengan cengekraman kapitalismenya. Persoalannya, bagaimana rakyat NTT, khususnya Manggarai menjadi tuan atas sail Komodo 2013, bukan tumbal/victims)?
Hapus Kemiskinan
Saat pembahasan UU. No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mempertaruhkan 8 (delapan) komitmen partai. Komitmen itu antaralain kepariwisataan harus mengacu kepada kepentingan rakyat dan bersifat nasional; pariwisata sebagai kebutuhan dasar; pariwisata sebagai industri prioritas; pendekatan bersifat holistik, menjamin keseimbangan kelangsungan industri dan kelestarian alam; pengembangan industri berbasis masyarakat dan berorientasi pada penghapusan kemiskinan; kesetaraan peran pemangku kepentingan (pemerintah, industri, masyarakat) dalam pengelolaan pariwisata.
Namun, pada tataran implementasi regulasi itu belum paripurna melindungi hak rakyat dan mencerdaskan mereka untuk kreatif berusaha. Sebaliknya masih terjadi pemiskinan dan pembodohan rakyat karena menanggung dampak kepariwisataan yang tidak mereka ciptakan. Sebut saja semua tanah rakyat sekitar Labuan Bajo sudah jatuh ke tangan pemodal-pemodal luar NTT. Padahal tujuan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana amanat Pasal 4 UU. Kepariwisataan yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, cinta tanah air, mengukuhkan kesatuan bangsa dan persahabatan antar bangsa.
Karena itu empat hal pokok yang siap direvitalisasi menjelang sail komodo 2013 adalah menata pariwisata sebagai industri, menata manajemen pariwisata dengan membentuk paket perjalanan wisata, model pemasaran dan pelembagaan yang melibatkan jejaring media dalam dan luar negri. Sail Komodo 2013 harus menjadi Sail peradaban dan ekonomi rakyat Nusa Tenggara Timur ke depan, seperti komitmen kuat Gubernur Frans Lebu Raya. (bersambung)
AKU memandang lautan dengan hempasan gelombangnya yang besar berirama memukul pantai. Dan aku tak henti-hetinya berpikir sebagaimana laut itu tak pernah bisa diam, sama dengan revolusi kami. Revolusi kami tak pernah akan berhenti. Begitu percikan permenungan Bung Karno saat dibuang di Ende-Flores (lih. Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi, 2011). Saat di Ende itu, konon Bung Karno menemukan dasar negara Pancasila. Situs Bung Karno itu menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata NTT.
Karenanya, dalam rangka Sail Komodo 2013, Pemda NTT mengusulkan dana sebesar Rp 3 miliar dari APBD NTT dan dari APBN 2013 sebesar Rp 68,1 miliar. Panitia menyiapkan setidaknya 14 titik persinggahan untuk acara sail itu seperti Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Sikka, Ende, Rote, Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya (Pos Kupang, 11/9/2011). Pertanyaannya, di mana posisi rakyat dalam Sail Komodo sebagaimana amanat UU No. 10/2009 tentang Kepariwisataan?
Naga di Taman Eden
Naga Komodo adalah habitat yang turun dari nenek moyang sejenis dinosaurus yang hidup 100 juta tahun yang lalu. Karl Brant dari National of Australian University (Brant, 2003) menulis bahwa jenis varanid itu berasal antara 25 sampai 40 juta tahun lalu di Asia, dan naga Komodo berasal dari jenis ini lebih dari empat juta tahun yang lalu. Tahun 1986 UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) membukukan gelar Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai World Heritage Site and a Man and Biosphere Reserve dan tahun 2012 Komodo dinyatakabn sebagai salah The New Seven Wonders of Nature in the World.
Taman Nasional Komodo seperti Laporan Jurnalistik Tim Kompas (Tim Kompas, 2011) memiliki luas 40.728 hektar dan perairan laut seluas 132.572 hektar. Terdiri dari beberapa pulau besar seperti Komodo dengan luas 33.937 hektar dengan populasi Komodo diperkirakan 1.200 ekor. Selain itu Pulau Rinca dengan luas 19.627 hektar dengan populasi Komodo diperkirakan 1.200 ekor, Pulau Padar seluas 2.017 hektar tidak ada Komodo, kecuali di Pulau Gili Motang yang dihuni sekitar 100 ekor Komodo. Karl Brant juga menyebutkan bahwa Taman Nasional Komodo (TNK) dinyatakan sebagai Warisan Alam Dunia, Tanah Manusia serta Biosefer oleh UNESCO pada tahun 1986. Daerah Pulau Komodo memiliki luas 33.937 hektar dan ukuran total taman itu adalah 173.000 ha, 40.728 hektar darat dan 173.300 hektar laut.
Tahun 1911 untuk pertama kalinya Komodo ditemukan oleh JKH Van Steyn, ilmuwan Belanda, tahun 1912 Sultan Bima menerbitkan Surat Keputusan perlindungan Komodo. Itu tidak berarti Komodo milik Provinsi NTB, sekalipun beberapa waktu lalu klaim itu terus didengungkan di NTB. Padahal sejak tahun 1926 pemerintahan Swapraja Manggarai mengeluarkan regulasi perlindungan Komodo, tahun 1930 Residen Flores menerbitkan SK yang sama. Tahun 1965 Pembentukan Suaka Marga Satwa Pulau Komodo dan tahun 1980 Pembentukan Taman Nasional Komodo, tahun 1991 penunjukan sebagai warisan alam dunia oleh UNESCO dan 1992 melalui Kepres No. 4 Tahun 1992, Komodo sebagai Satwa Nasional. Dari perjalanan panjang hingga sail Komodo 2013, kita harus sampai pada filosofi dasar yakni sail Komodo adalah sail NTT, sail Indonesia, sail ekonomi kerakyatan untuk membumikan ideologi negara Pancasila seperti impian Bung Karno. Persoalannya, dimana posisi tawar rakyat?
Rakyat Disingkirkan
Sudah saatnya rakyat tidak lagi dipinggirkan dalam perencanaan politik kepariwisataan umumnya, khususnya sail Komodo. Akses rakyat yang rendah menimbulkan kemiskinan, pengangguran, ekonomi kerakyatan stagnan. Dimana rakyat dalam kepariwisataan? Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik menurut data BPS NTT tahun 2012 di Kabupaten Manggarai Barat 38.274 kunjungan terdiri atas 18.028 kunjungan wisatawan mancanegara dan 20.246 orang tingkat kunjungan domestik. Untuk menampung arus turisme tersebut jumlah akomodasi (penginapan) di Labuan Bajo tahun 2010 berjumlah 30 buah berkembang menjadi 36 buah buah 2011. Perkembangan itu tergolong lambat, jumlah kamar tidur dari 442 buah tahun 2010 menjadi 539 buah, dan jumlah tempat tidur dari 677 tahun 2010 menjadi 882 buah tahun 2011. Lama menginap 2010 rata 1,95 hari dan tahun 2011 naik menjadi rata-rata 2,05 hari.
Sekalipun data tersebut tidak mencantumkan tingkat pengeluaran seorang wisatawan per hari dalam sekali kunjungan, namun telah terjadi transaksi keuangan dengan kelompok masyarakat dengan wisatawan. Kelompok masyarakat itu didominasi oleh mereka yang memiliki penginapan, toko atau show-room barang souvenir atau alat transportasi seperti travel agent, restoran, termasuk airline yang beroperasi Denpasar- Labuan Bajo- Kupang atau bandara lain, seperti Trans Nusa, Avia Star, Sky-Aviation dan MNA. Kelas menengah ke bawah semestinya menjajakan home industry (tenun, anyam seperti topi, tikar, tas) kerajinan ukir, pahat, tata boga (ubian, jagung, makanan laut, dan lain) masih amat jarang, dan tidak dikoordinir dengan baik.
Jika ini yang terjadi sampai tahun 2013, maka nasib Sail Komodo akan seperti sail-sail lain seperti Sail Bunaken (2009), Banda (2010), Wakatobi Belitung (2011) dan Sail Morotai (2012). Rakyat terkesan seperti `orang asing' di tanahnya sendiri. Rakyat pencipta kebudayaan sering dilibatkan sekadar pekerja seni, pembawa atraksi budaya, tanpa terlibat dalam perencanaan. Kita memiliki permainan caci, lagu gamelan mbata, danding, tarian ndundundake, rokatenda, ja'i, belum dikembangkan karena kesulitan pendanaan. Begitu pula tata boga. Rakyat NTT memiliki ubi, jagung, pisang, masakan dengan bambu, juga industri kecil seperti topi daerah, kain tenun, dan lainnya tetapi masih sangat terbatas. Sentra-sentra produksi masih didominasi para pemilik modal, dengan cengekraman kapitalismenya. Persoalannya, bagaimana rakyat NTT, khususnya Manggarai menjadi tuan atas sail Komodo 2013, bukan tumbal/victims)?
Hapus Kemiskinan
Saat pembahasan UU. No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mempertaruhkan 8 (delapan) komitmen partai. Komitmen itu antaralain kepariwisataan harus mengacu kepada kepentingan rakyat dan bersifat nasional; pariwisata sebagai kebutuhan dasar; pariwisata sebagai industri prioritas; pendekatan bersifat holistik, menjamin keseimbangan kelangsungan industri dan kelestarian alam; pengembangan industri berbasis masyarakat dan berorientasi pada penghapusan kemiskinan; kesetaraan peran pemangku kepentingan (pemerintah, industri, masyarakat) dalam pengelolaan pariwisata.
Namun, pada tataran implementasi regulasi itu belum paripurna melindungi hak rakyat dan mencerdaskan mereka untuk kreatif berusaha. Sebaliknya masih terjadi pemiskinan dan pembodohan rakyat karena menanggung dampak kepariwisataan yang tidak mereka ciptakan. Sebut saja semua tanah rakyat sekitar Labuan Bajo sudah jatuh ke tangan pemodal-pemodal luar NTT. Padahal tujuan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana amanat Pasal 4 UU. Kepariwisataan yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, cinta tanah air, mengukuhkan kesatuan bangsa dan persahabatan antar bangsa.
Karena itu empat hal pokok yang siap direvitalisasi menjelang sail komodo 2013 adalah menata pariwisata sebagai industri, menata manajemen pariwisata dengan membentuk paket perjalanan wisata, model pemasaran dan pelembagaan yang melibatkan jejaring media dalam dan luar negri. Sail Komodo 2013 harus menjadi Sail peradaban dan ekonomi rakyat Nusa Tenggara Timur ke depan, seperti komitmen kuat Gubernur Frans Lebu Raya. (bersambung)
0 comments:
Posting Komentar